Sejarah Singkat Seminari

A. Empat Siswa Pertama

Sebelum Perang Dunia II, di Keuskupan Agung Palembang belum ada seminari sebagai suatu lembaga pendidikan calon imam dan biarawan. Namun pater Propinsial SCJ di Palembang menerangkan bahwa saat itu sudah memiliki dan mengirim  empat pemuda ke novisiat di Belanda. Keempat siswa itu adalah: Gentiaras, Yan Moningka, Sapto Atmojo dan Wignyo Soehardjo. Karena sakit, Gentiaras tidak melanjutkan pendidikan Seminari Tingginya di Nijmegen, ia dikirim kembali ke Indonesia. Setelah ditahbiskan sebagai imam dalam Kongregasi Imam-imam Hati Kudus Yesus (SCJ), Yan Moningka, akhirnya meletakkan jubahnya dan kembali ke dunia awam.

Tahun 1933, Sapto Atmojo dan Wignyo Soehardjo dikirim ke Novisiat di Asten. Namun Sapto Atmojo dipanggil Tuhan  pada tanggal 2 Pebruari 1935, dan Wignyo Soehardjo ditahbiskan pada 16 Juli 1939. Hanya selama 4 tahun Romo Wignyo Soehardjo menjalankan imamatnya, sebab pada 28 Nopember  1943, beliau dipanggil Tuhan.

B. Periode Palembang I

Pada tanggal 24 April 1947 didirikan Seminari Menengah Santo Paulus Palembang di Pastoran Hati Kudus Jl. Talang Jawa 4, Palembang. Tempat tersebut sekarang ini dikenal dengan nama Jalan Kol. Atmo. Seminari itu berada di depan halaman SD Xaverius 2. Ada empat siswa pertama seminari adalah: Petrus Sabirin Darmo Seputro, Marcellinus Suratmo, Sunardi, dan Ramelan. Mereka adalah tamatan Sekolah Rakyat. Proses pendidikan seminaris dilakukan secara khusus. Pada pagi hari mereka mengikuti pelajaran di SMP Frateran. Namun Frater mengajar mereka secara khusus, tidak bergabung dengan siswa-siswi lain. Untuk makan, RS Charitas menyediakan makanan bagi para pembimbing dan seminaris.

C. Periode Pringsewu

Pada tahun 1947, di Pringsewu, Lampung, juga dirintis sebuah seminari menengah. Perintisnya adalah: Romo JOH Padmo Seputro, Pr. Hal itu atas gagasan Romo Wahyo Sudibyo, OFM yang waktu itu tinggal di Paroki Metro. Seminari itu diberi nama Seminari Menengah Santo Yosef. Secara resmi Seminari Menengah Santo Yosef berdiri pada tanggal 2 Pebruari 1948, bertempat di sekitar Gereja Katolik Santo Yosef, Pringsewu.

Siswa-siswa pertama Seminari Menengah Santo Yosef Pringsewu pada tahun 1948, ialah 1. AM. Badroen Effendhi, 2. FX. Prandjono, 3. St. Sudadi, 4. Petrus Abdullah Hassan, 5. Dionisius Urip, 6. Lukas Wakidi, 7. Petrus Suhadi (P. Abdi Putroraharjo, SCJ), dan 8. Andreas Suwijoto (Mgr. DR. A. Henri Susanto, SCJ). Staf pendidiknya adalah Romo Padmo Seputro, Pr, bersama tiga orang bapak guru dan dua orang suster Fransiskanes (yang saat ini dikenal sebagai FSGM).

D. Periode Padang Bulan

Pada tahun 1949, terjadi Agresi Militer II. Tentara Belanda masuk Kota Pringsewu. Demi keamanan, Seminari Menengah Santo Yosef dipindahkan ke Padang Bulan, di rumah Bapak Karyo, salah seorang umat Katolik.

E. Periode Palembang II

Pada tahun 1949, atas anjuran Mgr. Henricus Mekkelholt, SCJ (Uskup di Palembang) bersama Pater Van Der Sangen, SCJ – staf Pendidik Seminari Menengah Santo Paulus, Palembang – kepada romo Padmo Seputro, Pr; maka Seminari Santo Yosef digabungkan dengan Seminari Santo Paulus Palembang. Alasan utamanya adalah sebaiknya dalam satu keuskupan hanya ada satu seminari.

Rute yang ditempuh adalah: dengan naik mobil tentara Belanda, seminaris menuju ke Tanjung Karang, dengan pesawat Belanda ke Batavia/Jakarta, dan dari Batavia/Jakarta berlayar ke Palembang. Tanggal 8 Juli 1949 kelima siswa Seminari Santo Yosef tiba di Seminari Santo Paulus Palembang. Tiga siswa yang mengundurkan diri adalah: 1. St. Sudadi, 2. Dionisius Urip, dan 3. Lukas Wakidi.

Dengan masuknya Anton Tan hap Siu dan kelima siswa Seminari Santo Yosef, maka Seminari Santo Paulus Palembang mengalami babak baru. Tercatat beberapa pengajar saat itu: 1. Pater Van Der Sangen, SCJ, 2. Pastor Elling, SCJ, 3. Pastor Middel Dorp, SCJ, 4. Mr. Lap, dan 5. Fr. Mont Fort, ditambah beberapa orang guru dari SMP Frateran.

 

F. Periode Lahat

Seminari Santo Paulus Palembang yang harus hijrah ke Lahat, tidak luput dari alasan politis. Di Lahat, Belanda mempunyai sebuah asrama militer (KNIL), yang hanya mau diserahkan kepada Indonesia bila itu untuk kepentingan Gereja. Maka setelah liburan, para seminaris naik kereta api langsung hijrah ke Lahat, menempati bekas asrama KNIL. Lokasi itu terletak di Jl. Gumai di depan Rumah Sakit Umum Lahat. Keadaan ini disambut oleh Pater Van Der Sangen, SCJ dan Pater Midelldorp,SCJ. Di sini siswa seminari bertambah dua orang.

Pendidikan formal seminaris dilakukan di SMP Santo Yosef, Lahat. Mereka diterima di kelas III pada tanggal 21 Agustus 1950. Saat itu SMP Santo Yosef masih bernaung pada “Lief de Zusterswh Carolus Barromeus”. Pada sore hari siswa seminari mendapat pelajaran khusus: 1. Agama, 2. Bahasa Latin, 3. Sejarah Gereja.

Jasa para suster Carolus Borromeus terhadap pendidikan di Seminari Santo Paulus, sangat besar. Di samping memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka juga memberi bantuan dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Tercatat empat orang suster yang mengajar seminaris : 1. Sr. Gueldelif, CB, 2. Sr. Charoline, CB, 3. Sr. Temote, CB, dan Sr. Leonardi, CB. Pada tanggal 24-29 Mei 1951 seminaris menempuh ujian akhir di SMP Negeri Lahat.

 

G. Periode Palembang III

  1. Seminari di Frateran Bunda Hati Kudus (BHK) Palembang
    Setelah ujian akhir, 20 Juni 1951 seminaris libur. Pada bulan Agustus seminaris kembali ke seminari. Namun, seminaris tidak kembali ke tempat lama, Pastoran Hati Kudus Talang Jawa. Mereka pindah ke Frateran BHK, di samping Gereja Santo Yosef. Seminari tinggal di bagian belakang bangunan biara BHK. Alasan kepindahan itu adalah untuk mempermudah pengaturan konsumsi sehari-hari para pengasuh dan seminaris oleh pihak RS Charitas.
  2. Seminari di Kompleks RS Charitas
    Hanya beberapa saat saja, seminari tinggal di biara BHK. Sebab, seminari berpindah lagi, menempati setengah dari rumah dr. Bruno di komplek RS Charitas. Sampai pada tahap ini seminaris diasuh oleh Pater Van der Sangen, SCJ. Namun Pater Middel Dorp, SCJ, Mgr. Mekkel Holt, SCJ dan Pater MJ Weusten, SCJ, juga turut membantu .Pendidikan formal untuk para seminaris, yang masih duduk di SMP, dilaksanakan di Talang Jawa; dan yang lain sekolah di rumah. Tambahan pelajaran pada sore hari ialah Bahasa Latin, Sejarah Gerja, dan Agama.
  3. Seminari di Jalan Bangau No 60
    Pada tanggal 7 Mei 1951, Keuskupan membeli sebidang tanah milik Bapak Hukman, di Jln. Bangau 60 Palembang. Di tanah yang berawa-rawa itu dibangun gedung SMA Xaverius 1. Kemudian diputuskan pula oleh Mgr. Mekkel Holt, SCJ yang didukung oleh Bapak Suwardi (anggota DPR Sumbagsel saat itu ), Bapak Hukman (mantan pemilik tanah), dan Bapak RI. Soediropranoto (Ketua Yayasan Xaverius Pusat), untuk membangun gedung Seminari Santo Paulus, di tempat yang sama secara berdampingan.Tahun 1952 pembangunan gedung SMA Xaverius I selesai. Setahun kemudian, tahun 1953 gedung Seminari Menengah Santo Paulus selesai dibangun. Pada tanggal 15 Mei 1953 gedung Seminari Santo Paulus diresmikan. Pada tanggal 24 Juni 1954 Pater Van Beek, SCJ diangkat menjadi Rektor Seminari Santo Paulus Palembang, menggantikan Pater Van der Sangen, SCJ.

    Meskipun seminari berdekatan dengan SMA Xaverius I, namun pelaksanaan pendidikan formal berjalan secara terpisah, dengan bantuan tenaga guru dari SMA Xaverius 1. Demikian pula kebutuhan konsumsi dipenuhi sendiri, tidak lagi menjadi satu dengan RS Charitas.

H. Nama Santo Paulus

Nama “Santo Paulus”, dipakai sejak tanggal 24 April 1947, sebagai nama diri dan pelindung bagi seminari ini yang baru dilahirkan, di Jl. Talang Jawa No. 4 Palembang.

Santo Paulus dipilih sebagai pelindung seminari ini. Tujuannya, agar seluruh komunitas seminari disemangati olehnya. Komunitas seminari juga dapat belajar dari pertobatan, visi, misi, jiwa, pengabdian, semangat, keuletan, pengorbanan, pewartaan, pribadi saleh, tekun dalam keagamaan, kuat pengalaman religius yang mendalam, tegas dan penuh keyakinan dan penderitaan Santo Paulus dalam mewartakan Injil dan menjadi pelita bagi dunia.

Mengingat bahwa peringatan pertobatan Santo Paulus jatuh pada tanggal 25 Januari, maka tidaklah mungkin merayakan hari kelahiran Seminari ini, serempak dengan pesta nama pelindungnya.